Source: https://sumutpos.co/satu-rumah-runtuh-di-karo-kaca-mal-dan-langit-langit-bioskop-rusak/
Satu Rumah Runtuh di Karo, Kaca Mal dan Langit-langit Bioskop Rusak
17/01/2017
MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sebuah rumah runtuh di desa Cimbang Kabupaten Karo dan beberapa rumah retak di desa Sinamdebi, Karo, akibat gempabumi tektonik berkekuatan 5,6 SR yang mengguncang Wilayah Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Karo provinsi Sumatera Utara, Senin (16/1/2017) pukul 19:42:12 WIB.
Kerusakan juga terjadi di Medan yaitu kaca Mal Focal Point pecah dan berhamburan, serta langit-langit bioskop di Kawasan Ring Road Medan rusak.
Kepala Bidang Data dan Informasi BBMKG Wilayah I, Syahnan, hasil analisis BMKG menunjukkan bahwa gempabumi ini terjadi pada pukul 19:42:12 WIB dengan kekuatan M=5,6 dengan episenter terletak pada koordinat 3.33 LU dan 98.46 BT, tepatnya di darat pada jarak 28 kilometer pada arah Baratdaya Kabupaten Deli Serdang dengan kedalaman hiposenter 10 kilometer.
“Peta tingkat guncangan (model shakemap) BMKG menunjukkan daerah Kabupaten Karo sekitar Sibolangit VI MMI, Medan IV-V MMI, Tebing tinggi III MMI, Pematangsiantar II MMI. Hasil analisis BMKG menunjukkan bahwa gempabumi ini disebabkan oleh aktivitas tektonik dari patahan aktif lokal di kabupaten Karo,” katanya, melalui stafnya Dimas Sianipar yang dishare di facebook.
Mekanisme sumber gempabumi dari hasil analisa BMKG menunjukkan gempabumi diakibatkan sesar mendatar. Struktur patahan aktif di sumber gempabumi memiliki orientasi arah baratlaut-tenggara sekitar wilayah Gunung Sibayak.
***
Source: https://tekno.tempo.co/read/1456959/didahului-yang-kecil-kecil-gempa-sukabumi-terasa-sampai-jakarta
Reporter: Anwar Siswadi (Kontributor)
Editor: Zacharias Wuragil
Selasa, 27 April 2021 22:40 WIB
Didahului yang Kecil-kecil, Gempa Sukabumi Terasa Sampai Jakarta
TEMPO.CO, Bandung – Gempa berkekuatan Magnitudo 5,0 dari selatan Sukabumi, Jawa Barat, ternyata telah didahului serangkaian gempa dari sekitaran lokasi yang sama. Bedanya, hanya gempa pada Pukul 16.23 WIB itu yang bisa dirasakan, bahkan dirasakan cukup luas hingga ke Bogor, Jakarta, dan Bandung.
Dimas Sianipar, staf Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang sedang menempuh pendidikan di TIGP Earth System Sciences, Academia Sinica & National Central University, Taiwan, mengungkap itu lewat akun media sosial Twitter, Selasa 27 April 2021.
Seperti yang diinfokan BMKG lewat situs web dan juga akun resmi media sosial, Dimas menyebut gempa Megnitudo 5,0 berasal dari kedalaman 58 kilometer. “Gempa ini sudah didahului oleh beberapa gempa-gempa kecil sebelumnya dengan magnitudo M 2,8 – 3,5,” katanya juga lewat akun media sosial Twitter.
Dimas melampirkan peta yang menunjukkan lokasi sejumlah sumber gempa yang dimaksudnya. Dari enam titik lokasi yang ditandai, setidaknya satu sudah berada di daratan Sukabumi.
Terpisah, Koordinator Bidang Mitigasi Gempa dan Tsunami BMKG, Daryono, membeberkan fakta-fakta dari peristiwa gempa yang sama. Yang pertama adalah lokasi sumber gempa yang berada di laut, 89 kilometer arah selatan Kota Sukabumi dan kedalaman 58 kilometer atau tergolong dangkal.
Fakta lainnya adalah tentang penyebab. Daryono menyebut pergerakan patahan dalam lempeng Indo-Australia, sehingga gempa selatan Sukabumi itu dapat disebut sebagai gempa intraslab. Mekanisme seperti itu (intraslab) disebutnya sama seperti yang memicu gempa magnitudo 6,1 di selatan Malang, Jawa Timur, pada 10 April lalu.
Tapi, bedanya dari Gempa Malang, Daryono menambahkan, “Hingga saat ini belum ada laporan kerusakan rumah yang ditimbulkan akibat gempa dari selatan Sukabumi.”
Daryono juga mengatakan gempa tidak berpotensi tsunami karena sumbernya relatif dalam, dengan kekuatan yang relatif kecil untuk dapat menciptakan deformasi lantai samudra dan mengganggu kolom air laut. Selanjutnya, hingga pukul 17.05 WIB, hasil monitoring BMKG tak menunjukkan adanya aktivitas gempa susulan (aftershock).
***
Source: https://tekno.tempo.co/read/1466582/bmkg-pantau-kerumunan-gempa-masih-terjadi-di-danau-toba
BMKG Pantau Kerumunan Gempa Masih Terjadi di Danau Toba
Reporter: Tempo.co
Editor: Zacharias Wuragil
Jumat, 28 Mei 2021 13:22 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Jaringan seismograf Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika atau BMKG mencatat aktivitas kerumunan gempa atau swarm di kawasan Danau Toba atau Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, sejak Januari lalu masih berlanjut hingga bulan ini. Kerumunan gempa adalah serangkaian aktivitas gempa dengan magnitudo relatif kecil, kedalaman dangkal, namun sering di wilayah sangat lokal.
Sejauh ini BMKG belum bisa memastikan pemicu aktivitas gempa itu. “Kalau dari posisi sebaran gempanya, bukan Sesar Sumatera. Masih kami teliti lebih detil penyebabnya kerumunan gempa ini,” kata Dimas Sianipar, staf BMKG yang sedang menempuh pendidikan di TIGP Earth System Sciences, Academia Sinica & National Central University, Taiwan, lewat akun media sosialnya, Senin 24 Mei 2021.
Aktivitas terkini dari swarm earthquake Samosir terekam jaringan seimograf BMKG di antaranya pada 24 Mei lalu. Saat itu kekuatannya dicatat memiliki Magnitudo 2,3 dan seperti kebanyakan aktivitas gempa sebelumnya, guncangannya tak cukup untuk bisa dirasakan masyarakat.
Meski tak banyak yang bisa dirasakan, Dimas menegaskan penelitian pemicu tetap dilakukan. “Mitigasi bencana memang harus terus kita suarakan,” katanya sambil menambahkan, pemantauan yang lebih rinci dilakukan oleh BBMKG Wil-1 Medan (PGR-I) bersama UPT BMKG di Sumatera Bagian Utara.
Sebelumnya, BMKG melaporkan kalau sepanjang 23 Januari – 20 April tahun ini sudah tercatat sebanyak 63 kali gempa lemah di Samosir. Magnitudo terkuat sebesar 3,9 yang terjadi pada 15 Maret 2021 dengan kedalaman 5 kilometer. Sedang yang terlemah terekam 0,8 M dengan kedalaman 2 kilometer pada 19 April lalu.
BMKG saat itu juga telah mengimbau masyarakat di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, tidak panik dan khawatir dengan fenomena kerumunan gempa yang terdeteksi sedang terjadi. Menurut BMKG, kerumunan gempa pernah terjadi beberapa kali, di antaranya di Klangon, Madiun, Jawa Timur, pada Juni 2015; Jailolo, Halmahera Barat, Maluku Utara, pada Desember 2015; dan Mamasa, Sulawesi Barat saat November 2018.
Pada beberapa kasus gempa kerumunan, kerumunan gempa banyak terjadi karena proses-proses kegunungapian atau vulkanik. Hanya sedikit, menurut BMKG, yang diakibatkan oleh aktivitas tektonik murni. Belum jelas pula apakah swarm di Samosir ini dipicu aktivitas vulkanik gunung purba yang letusannya telah menghasilkan Danau Toba, danau kaldera terbesar di dunia tersebut.
***
BMKG Beberkan Sejarah Gempa Besar di Selatan Jawa, Simak Catatannya
Reporter: Tempo.co
Editor: Zacharias Wuragil
Jumat, 11 Juni 2021 17:15 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Catatan sejarah gempa besar memperlihatkan belum pernah ada bukti gempa berskala ‘mega’ atau ‘great’ dengan Magnitudo lebih dari 8,5 terjadi di selatan Pulau Jawa. “Berbeda dari zona megathrust di barat Pulau Sumatera,” kata Dimas Sianipar, staf Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang sedang menempuh pendidikan di TIGP Earth System Sciences, Academia Sinica & National Central University, Taiwan.
Dimas berkomentar atas peta sejarah gempa besar Pulau Jawa yang diunggah di akun Twitter milik Koordinator Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, pada Rabu 9 Juni 2021. Peta berisi sebaran 11 gempa berkekuatan 7,0 M atau lebih yang tercatat pernah terjadi di selatan Jawa. Peta merangkum gempa besar sejak, yang paling silam, pada 1840 (mendekati 7,5 M) hingga yang terkini 2009 yang berkekuatan 7,3 M (saat itu mengguncang Tasikmalaya).
Menurut Dimas, ada dua kemungkinan penjelasan dari sejarah selatan Jawa yang tak memiliki gempa berkekuatan mega lebih dari 8,5 M tersebut. Pertama, zona subduksi selatan Pulau Jawa sebenarnya memang tidak punya potensi dan sejarah gempa yang sangat ditakutkan itu, “Karena faktor usia tumbukan lempeng yang relatif lebih tua dan geometri subduksi-nya.”
Pengukuran GPS di darat saat ini, dia menjelaskan, belum memiliki resolusi yang cukup untuk memahami potensi slip gempa di perairan selatan Pulau Jawa. Pengukuran geodetik di darat, kata Dimas, masih belum sensitif dengan fault slip di laut.
Kemungkinan yang kedua, dia menambahkan, rentang waktu observasi dalam catatan sejarah gempa itu yang kurang panjang. “Lebih pendek daripada periode ulang atau siklus seismik gempa itu sendiri (yang mungkin ribuan tahun) sehingga kita belum melihat adanya bukti gempa ‘mega’ tersebut,” tulisnya.
Kemungkinan yang kedua ini yang menurutnya mendasari pemodelan simulasi gempa 8,5 M di selatan Jawa Timur yang dilakukan BMKG belum lama ini. Seperti diketahui, berdasarkan pemodelan itu, gempa bakal membangkitkan tsunami hingga 29 meter. “Worst case,” kata Dimas.
Terlepas dari ketidaktahuan di antara dua kemungkinan itu, Dimas setuju mitigasi bencana gempa dan tsunami tetap harus disuarakan untuk kewaspadaan bersama. Alasannya jelas, “Kita sudah pernah merasakan efek gempa maksimal Mw 7,7-7,9.” Dia menunjuk gempa Mw 7,8 di Mentawai (+tsunami) pada 25 Oktober 2010, Mw 7,8 di Simeulue pada 6 April 2010, dan Mw 7,7 di Pangandaran pada 17 Jul 2006 .
Adapun Daryono dalam unggahan peta sejarah gempa besar itu memberi catatan bahwa gempa besar Jawa akibat aktivitas subduksi lempeng membuktikan bahwa justru Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Barat adalah yang paling sering dilanda gempa besar. “Upaya mitigasi tetap wajib dan harus diwujudkan di daerah rawan sekalipun bicara gempa memiliki banyak ketidakpastian,” kata dia juga.